AdSense Page Ads

Showing posts with label Bule. Show all posts
Showing posts with label Bule. Show all posts

Wednesday, September 21, 2016

#TeamJen a.k.a Selingkuh Itu Tidak Indah


Kalau pada bingung kenapa #Brangelina yang cerai tapi malah #TeamJen yang jadi trending topic, padahal Brad-Jen sudah pisah dari 2005, itu karena Jennifer Anniston yang diselingkuhi dan jadi tokoh protagonist 11 tahun lalu. 11 tahun lalu lho. Kalau cuma bisa memilih satu alasan untuk tidak selingkuh, ini yang paling tepat. Apapun alasannya, jadi pasangan selingkuh (apalagi perempuan) itu cari mati lho. Orang nggak sebaik itu sama PIL, apalagi WIL. Prince Charles misalnya, walaupun dari awal memang cintanya sama Camilla dan bukan Diana tetap saja Camilla yang terlihat jahat. Jennifer Anniston yang sudah happily ever after sama Justin Theroux pun keseret-seret sama Brangelina, karena publik masih ingat bagaimana dia dulu diperlakukan sama Brad Pitt, yang sudah pamer-pamer kemesraan sama Angelina bahkan sebelum proses cerainya selesai. Orang-orang yang terlibat mungkin sudah nggak inget/nggak perduli lagi; tapi sampai kapanpun cerita "Iya, si A itu lho yang waktu itu selingkuh sama pacarnya si B…" itu nggak akan ada matinya.

"Tapi kan cinta kita abadi selamanya, seperti kata Mbah Dukun!" jawab anda. Sip sip, jawab saya, paling nggak abadi sampai PIL/WIL lainnya datang kan? Sayangnya selingkuh itu tabiat alias akan terus berulang. Ada orang yang sekali selingkuh ketahuan nggak ketahuan sudah menyesal setengah mati. Ada orang yang nggak bisa berhenti selingkuh. Pas selingkuh itu seru lho. Deg-degan nggak jelas, main petak umpet, pokoknya exciting/asik banget deh. Dan karena PIL/WILnya diumpetin, nggak ada yang kasi tahu kekurangan-kekurangan si PIL/WIL yang mungkin setelah benar anda resmi go public sama dia justru akan bikin malu anda. Kita PDKT ada dong yang nanya-nanya, "Bener tuh cewek loe gpp, gue liat dia makan mie ayam sampe 3 mangkok lho" atau "Loe yakin ma tu cowok, kemarin denger-denger dia ngompol pas nonton The Conjuring". Karena diumpetin kelihatannya selangit, padahal bisa jadi setelah go public baru berasa tukar mobil Alphard sama Avanza. Setelah itu kecewa, daaaan cari lagi lah PIL/WIL baru. Abadinya sampai situ saja hihihi.

Jadi selingkuhan juga berarti harus menghapus semua jejak keberadaan anda biar nggak ketahuan. FYI, waktu saya bilang "Halo" sama selingkuhan suami saya di Facebook langsung semua foto dan postnya dibikin private, ID untuk sosmed seperti LinkedIn Twitter dan sebagainya juga dihidden. Selaku saya yang hobi gonta-ganti profile pic, nggak kebayang nge-hide/ganti settingan privasi semua foto saya. Nge-hide akun sosmed juga repot, gimana mo eksis di sosmed kalau orang mau cari saya nggak bisa. Setelah kami resmi daftar cerai list akun sosmednya nongol lagi dong. Sayangnya semua diset jadi 'Private' setelah saya sempat mengancam si mantan saya akan ngerjain perempuan ini di sosmed karena mantan saya reseh. Harusnya nggak pakai diancam ya, langsung dikerjain aja. Toh dia tahu risikonya macarin suami orang, apalagi yang aktif di sosmed dan penulis pula.

Hal ini membawa kita ke alasan berikutnya. Kata orang "Choose your battle wisely", pilih perangmu dengan bijak. Kalau memang benar mau selingkuh dan siap menderita demi cinta terlarang (jyaaaah…), paling nggak pilih lawan yang nggak bisa menghajar anda balik, dan gali sedalam-dalamnya tentang lawan anda. Saya sih nggak sekelas Trinity atau Dewi Lestari, tapi saya sempat lho bikin buku tentang kisah cinta saya dan mantan suami saya. Jadi kalau sekarang saya rutin mengupdate saga/drama perceraian saya (yang mungkin menyeret nama mbak ini) ya risiko pilihan si Mbak ini ya. Belum lagi teman-teman di Indonesia yang sudah gatal ingin memberi pelajaran. Saya sih mau bilang ini karena saya orang baik yang disayang teman dan rajin menolong nenek-nenek menyeberang jalan (kibas rambut), tapi seringkali orang mau ikut ngerjain karena alasan yang sama dengan orang ikut ngegebukin copet padahal bukan dia yang dicopet: seru.

Kalau sampai sejauh ini anda masih keukeuh jadi PIL/WIL, setelah:
1.Tahu anda akan dianggap buruk (mungkin) selamanya
2.Tahu anda bisa digantikan dengan PIL/WIL berikutnya
3.Tahu anda harus rela menghapus jejak keberadaan
4.Tahu anda bisa jadi bulan-bulanan sang suami/istri/pacar resmi
Dan anda masih keukeuh jadi Sephia ("For love I will!" kata anda dengan semangat), gimana kalau nggak jadi PIL/WIL demi kehormatan anda sendiri?

Waktu suami saya selingkuh sama si Mbak, 'jualan'nya sama: dia teraniaya dan kita akan bercerai. Padahal proses cerai kami baru mulai setelah dia ketahuan selingkuh dengan si mbak dan berkeras nggak mau putusin si mbak. Saat ketauan saya masih open untuk memperbaiki, pakai acara nangis-nangis dan mohon-mohon; tapi karena terus nggak mau ngelepas si mbak ya saya yang harus bye bye. Minta tandatangan cerai juga lama, karena dia juga nggak mau ngelepas saya. Setelah tanda tangan pun masih yang minta rujuk minta marriage counselling dan seterusnya, kirim message ke semua keluarga dan teman-teman kami betapa dia sangat cinta saya, tapi tetep si mbak nggak mau dilepas. Buat cadangan. Saya jujur nggak ngerti sama si Mbak, apa nggak sakit hati ya diperlakukan seperti ban serep begitu?

Saya pun pernah kok jatuh cinta pada pacar orang. Tapi ya itu, kita nggak announce atau menyatakan kita resmi pacaran, karena memang nggak. Setelah dia resmi putus baru kita pelan-pelan jadian, itu pun masih underground biar nggak disangka mereka pisah karena saya. Saking undergroundnya sampai waktu ada event dia dan mantannya masih dicie-ciein padahal saya ada disitu. Stay classy bo, seperti tulisan di cover photo fesbuk si Mbak setelah saya upload cover lagu Send My Love to Your New Lover nya Adele di yutub. Kalau kamu sebegitu berartinya untuk orang ini, orang ini akan sebisa mungkin mengusahakan agar kamu nggak terluka, agar dia bisa ada secara utuh untuk kamu. Proses putus/cerainya diurus, dipastikan kamu selamat/nggak jadi bulan-bulanan massa, dan sebisa mungkin menunjukkan cinta kalian berdua suci dan tulus. It can be done and it should be done. Hal ini bisa dilakukan dan harusnya dilakukan.

Orang-orang yang sensi sama saya mungkin bilang, "Ah elunya juga yang nggak bener makanya dia cari yang baru," atau "Salah sendiri nggak bisa ngejaga suami." Ini saya nggak bisa argue/debat karena haters gonna hate. Tapi mau kondisi saya dan si mantan seperti apapun, si WIL akan tetap terlihat salah; apalagi kalau saya terlihat sebagai pihak yang teraniaya. Dan memang diselingkuhi itu sakit lho, apalagi saat pasangan bersikeras membabi-buta memilih orang lain daripada kita. Mendadak hidup sendiri di Amerika juga beratnya amit-amit. Datang kesini cuma bawa cinta, dan sekarang dengan gaji nggak seberapa harus sewa+furnish apartemen sendiri, bayar tagihan + asuransi dan sebagainya sendiri, plus meratapi nasib. Si mantan yang belum genap 2 bulan proses surat cerai sudah ke Indonesia untuk wisuda si mbak pun jelas nggak membantu si Mbak terlihat lebih baik. Itulah kenapa saya nggak repot-repot nunjuk si Mbak ini siapa. Kasihan.

Besar harapan saya si Mbak dan mantan saya akan bahagia selamanya, karena kalau nggak bahagia saya kemarin dibikin nangis-nangis nggak ada gunanya dong. Saya juga nggak mau mantan saya balik ke saya, 'Cukup Sudah' kalau kata Glenn Fredly. Ini artikel bukan untuk menjatuhkan si Mbak ya, jadi kalau kamu atau temanmu baca Mbak jangan sensi sendiri. Artikel ini justru untuk menolong mengingatkan orang-orang lain bahwa Crime doesn't pay, kejahatan itu nggak seimbang bayarannya. Ada banyak cara menggapai cinta, tapi menjadi PIL/WIL itu bukan salah satu diantaranya. Hargai pasangan orang tersebut, hargai diri anda sendiri. Kalaupun memang harus jadi Sephia, pastikan kalau semuanya memang sudah tidak terselamatkan antara pasangan anda dan pasangan resminya dan perpisahan sudah diproses, paling tidak demi nama baik dan kehormatan anda sendiri. Ingat, Selingkuh itu Tidak Indah. Main rapi ya para pembaca…

Monday, September 22, 2014

Saya dan Mister Bule


Dulu saya sampai sumpah-sumpah di hadapan teman-teman saya, ga akan pernah saya pacaran sama yang namanya bule, kecuali kalau Bule itu singkatan Bulu Lebat (ehem..!). Umur semakin menjelang pun saya tetap keukeuh untuk tidak mencari bule. Ga sudi, jawab saya pada teman-teman yang berbaik hati mencarikan pasangan, mending jomblo daripada sama bule. Lalu di umur saya yang ke 31 saya pindah ke Amerika agar bisa bersama si Akang bule tercinta. Waduh.

Waktu saya membaca cerita tentang Fani si Bule Hunter, saya jadi teringat cerita saya juga. Alasan saya tidak suka bule sama dengan alasan yang dikemukakan Fani: saya ga mau dianggap tampang babu karena bule biasanya suka tampang babu, saya ga mau sama orang yang songong karena biasanya bule suka nganggap rendah orang Indonesia, saya ga mau dianggap matre dan gampangan karena biasanya yang suka bule itu matre dan gampangan. Di sebuah pesta seorang kenalan saya dengan entengnya bilang ke saya, jangan mau bergaul dengan si Xx (yang mana adalah teman saya DAN penyelenggara pesta tersebut) karena dia nakal dan suka mengejar-ngejar bule. Bujug buneng, pikir saya, segitu antinya orang dengan 'bule hunter'. Nggak ada deh ceritanya saya mau sama bule.

Sewaktu saya bekerja di Bali (yang notabene isinya bule semua) pemikiran saya jadi berubah. Banyak juga bule yang pasangannya orang Indonesia yang cantik ala model. Biasanya semakin tinggi pendidikan dan status sosial si bule tersebut maka semakin tinggi juga ekspektasinya. Ga cukup cuma berpenampilan eksotis saja, sang wanita pun harus bisa 'nyambung' dan cerdas. Sebaliknya, bule kelas teri pun cuma bisa menggaet wanita yang kelas teri juga. Sama seperti hubungan pacaran biasa, sebenarnya. Kesongongan pun tergantung sama kelasnya si bule tersebut. Lagi-lagi yang berpendidikan akan cenderung lebih sopan daripada yang tidak, sama saja dengan abang mikrolet versus orang kantoran. Semua yang dituduhkan terhadap bule sebenarnya bisa dipakai untuk orang Indonesia juga, kita saja yang sibuk rasis sendiri.

Tapi saya tetap tidak mau sama bule. Di Asia [timur] kulit putih dianggap menarik karena dianggap simbol kemakmuran. Kalau anda memiliki kulit putih mulus, berarti anda cukup berada untuk tidak harus melakukan pekerjaan kasar seperti bertani. Di negara barat sebaliknya, kulit gelap dianggap menarik karena terlihat sehat. Itulah kenapa Tanning Salon laris manis di Amerika, terutama di kawasan pantainya. Saya pribadi penganut ke-macho-an tingkat tinggi. Cowok harus cowok, gitu lho. Pasangan ideal menurut saya adalah yang berkulit gelap dengan badan yang oke dan kemampuan bela diri/musik/kegiatan cowok lainnya. Saya tidak suka orang kulit putih yang terlihat seperti udang rebus saat terbakar matahari. Ga seksi bo'. Inilah kenapa saya juga tidak bisa lagi menjudge para bule hunter, bisa jadi beberapa dari mereka memang dasarnya hanya bisa tergugah atau terpesona dengan kulit putih dan penampakan fisik para bule ini, seperti halnya saya hanya bisa tergugah oleh pria-pria bertampang berandalan. Selera tidak bisa dipaksa toh? Lalu saya bertemu dengan si Akang, dan saya pun belajar kalau selera itu bisa dirubah.

Seperti cerita Fani, saya akhirnya mencoba peruntungan dengan bule karena frustasi dengan cowok Indonesia. Masuk grup pencarian jodoh di Facebook malah jadi sakit hati karena yang laris manis adalah cewek-cewek yang cute dan putih ala model atau anggota JKT48. Pasang foto profil yang normal dicuekin saat mencoba mengajak chatting atau mengirimkan friend request, tapi pasang foto profil yang agak berani malah diajak 'main' terus. Cari jodoh di kalangan keluarga juga begitu, lengkap dengan wanti-wanti: "Jangan banyak omong, jangan keliatan terlalu pintar, kurangi berat badan, pakai makeup yang rapi" dan seterusnya. Padahal dari segi skill professional saya rasa saya lebih baik dari kebanyakan orang, kenapa saya yang harus low profile biar dapat pasangan. Sakit hati kan. Sementara pekerjaan saya tidak memungkinkan saya untuk bertemu orang baru, karena job desc saya cuma diam di kantor membalas e-mail. Setelah sekian lama stress akhirnya saya pun mengiyakan saran teman untuk bergabung di online dating. Saya butuh teman ngobrol. Saya butuh teman yang bisa diajak tertawa dan berdiskusi tentang hal-hal yang menarik. Saat itu saya sudah ditipu setidaknya oleh 3 cowok Indonesia yang mengaku single padahal tidak, sudah diajak selingkuh setidaknya oleh 4 cowok lain, sudah dilabrak oleh setidaknya 2 pasangan yang marah (dan saya tidak tahu apa masalahnya), dan tidak terhitung banyaknya ajakan 'main'. Mending bule, batin saya, paling nggak bisa diajak ngobrol dan ga usah berharap. Saat itu saya sudah melepas harapan untuk bisa menikah dan punya suami, dan saya jelas tidak mau menikah dengan bule. Nothing to lose lah istilahnya. Mana saya tahu saya malah akhirnya dapat si Akang dan menjalani 'Hidup Bahagia Selamanya'.

Awalnya saya tengsin dan malu. Bener lho, saya sempat malu gimana gitu punya pacar bule, kesannya saya nggak laku banget sampai harus nyari bule. Tapi semakin lama saya bersama si Akang, semakin saya sadar: bule juga manusia. Katanya bule suka gatal dan hobi gonta-ganti pasangan kanan kiri, tapi banyak kenalan saya yang juga hobi perempuan. Katanya bule gombal dan ga bisa dipercaya, cowok Indonesia juga banyak yang model playboy kampung begitu. Katanya bule sok kaya padahal kere; tapi gimana ga sok kaya kalau biasanya $1 cuma dapat burger mini di Burger King di Indonesia bisa makan warteg lengkap, apalagi OKB di Indonesia kelakuan juga begitu. Intinya, apapun yang dituduhkan terhadap bule sebenarnya bisa dituduhkan juga terhadap orang Indonesia. Para bule hunter yang digadang-gadang ga punya harga diri pun sebenarnya demikian. Apa bedanya para bule hunter yang mengejar bule demi gaya hidup atau kemakmuran dengan wanita lain yang mengejar orang kaya lokal [juga] demi gaya hidup atau kemakmuran? Kelakuan sama, cuma obyeknya saja yang berbeda. Bukan hanya bule, orang Indonesia pun banyak yang mengaku-ngaku kaya padahal kere. Pertanyaannya, apa iya anda akan menikahi seseorang tanpa memeriksa terperinci ekonominya atau bahkan sekedar apa pekerjaannya? Saya malah kasihan sama bule itu, apalagi kalau memang bule itu benar-benar sayang tapi ternyata hanya diporotin. Kalau begini yang 'jahat' siapa? Lagi-lagi, dilema kematrean ini bisa terjadi pada pasangan non-bule sekalipun. Anda mau bilang seperti apapun, tidak ada hal berarti yang secara spesifik membedakan hubungan bule-Indonesia dengan hubungan Indonesia-Indonesia.

Walaupun begitu, saya cuma bisa geleng kepala melihat para bule hunter yang secara aktif bermanja pada para bule dan melihat rendah pada orang Indonesia. Saya pernah beberapa kali bertemu dengan orang-orang seperti ini, yang tiba-tiba jadi ramah setelah tahu pasangan saya bule juga. Rasanya saya pengen bilang, "Udahlah mbak-mbak, mereka juga cuma manusia kok. Bulenya mereka nggak bisa menular ke Mbak, dan kalaupun bisa ditularkan kebulean itu ngga lebih superior dari ke-Indonesia-an kita kok..." Saya bukannya anti diskriminasi terhadap orang Indonesia, saya anti diskriminasi terhadap manusia secara keseluruhan. Saya juga kadang suka pakai baju ala barat, summer dress yang unyu-unyu dan bikini misalnya (walau saya terlihat seperti paus terdampar), tapi nggak berarti saya lebih stylish daripada mbak-mbak yang main dipantai dengan busana lengkap (kaos dan celana pendek). Dan biar pasangan saya bule pun, nggak berarti saya jadi lebih keren daripada yang pasangannya orang Indonesia. Saya lebih keren karena si akang memang keren secara keseluruhan. [Sandal melayang]. 

In the end, bule juga (cuma) manusia; ada yang baik dan ada yang kupret. Seperti halnya dalam setiap hubungan, kalau anda memiliki niatan tulus untuk menjalin hubungan yang baik dan barokah maka niscaya hubungan anda pun bisa baik terlepas dari ras pasangan anda; sebaliknya, kalau niatan anda untuk numpang tenar dan hidup gratisan, jangan harap dapat pasangan yang baik dan menyayangi anda apa adanya. Fair is fair toh? Hidup di luar negeri pun tidak selalu seindah di film-film, sebagaimana saya ceritakan di seri Corat Coret dari Amerika. Kalau anda saat ini masih sibuk menggosipkan orang karena ia berpasangan dengan bule, atau sebaliknya kalau anda saat ini masih sibuk merancang strategi untuk mendapatkan pasangan bule demi perbaikan nasib, saran saya cuma satu: sudah, sudah. Anda tidak mau didiskriminasi/diperlakukan berbeda karena ras anda bukan? Jadi kenapa anda memperlakukan para bule ini berbeda? Happy Monday everyone :)

Update 2016: Pengen tahu akhir cerita saya? Baca disini (update 2017) dan disini (update 2016) ya... :)

Search This Blog