~ 1 bulan sebelum buku "Dear, Mantan Tersayang" terbit. Mundur sedikit gara-gara cuti panjang Lebaran hehehe ~
Ngelus dada saat membaca banyak komen yang menyalahkan petugas bandara yang reseh di kasus penamparan oleh istri pejabat. Mas dan mbak, itu bukan reseh, itu namanya menjalankan tugas demi keamanan semua.
Barang-barang yang mengandung logam seperti sabuk/ikat pinggang, jam tangan, hape dan sebagainya harus dilepas karena harus melewati deteksi metal. Buat apa pake acara deteksi metal sih? Lah kan ini naik pesawat, bukan naik mikrolet/angkot yang bisa disuruh minggir kapan saja. Kebayang nggak ada yang bawa pisau lalu stress sendiri dan membabi buta menusuki penumpang? Atau yang bawa bom dan pesawat meledak? Atau yang bawa senapan/pistol? Kalau pesawat jatuh di daerah pemukiman, otomatis penduduk pun menjadi korban. Bahaya kan?
Di Amerika sini pemeriksaan bisa berlangsung cukup lama, dan siap-siap diperiksa berulang kali. Bukan hanya benda logam dan hape yang harus dilepas, sepatu juga. Saking repotnya, mending jangan cakep-cakep saat sampai bandara, dandan kerennya nanti saja setelah lewat pemeriksaan agar tidak repot hehehe. Aturan berapa banyak cairan yang bisa dibawa juga diterapkan dengan ketat. Siap-siap itu shampoo atau lotion favorit dibuang di tong sampah kalau belum dipindahkan ke botol ukuran travel. Sekali lagi, keamanan. UK bahkan menerapkan larangan membawa laptop dan benda elektronik dengan ukuran tertentu ke kabin untuk penerbangan langsung dari 6 negara Timur Tengah (google "UK Laptop ban"). Nah, untung kan kita cuma suruh lepas jam tangan sebentar?
Bukan berarti orang sini akan selalu taat peraturan lho. Masih banyak yang dengan pedenya membawa senjata api di carry-on/bawaan kabin mereka, dan kebanyakan berpeluru. Setelah disita kebanyakan alasannya mereka nggak ngeh bahwa senjata itu ikut ke-packing. Disini gara-gara berantem soal SMS saat film bioskop sedang berlangsung saja bisa berakhir dengan penembakan (google Florida movie theater shooting 2014), jadi saya horror banget sama orang-orang yang merasa berhak membawa pistolnya, apalagi ke pesawat yang sempit dan bikin stress.
Cara lain melanggar peraturan? Membawa emotional support animal/hewan pereda emosi. Tinggal bicara pada dokter, bayar ijin, lalu anda bisa membawa-bawa hewan ini kemana-mana, termasuk ke kabin pesawat. Iya dong, kan majikannya perlu hewan ini agar nggak panik saat naik pesawat (alasannya). Masalahnya, nggak seperti hewan khusus pembantu penyandang disabilitas, hewan-hewan penyokong emosi ini tidak perlu dilatih. Walhasil banyak cerita tidak enak, termasuk cerita seorang pria diserang oleh seekor anjing penyokong emosi yang dibawa orang yang duduk disampingnya. Bukan hanya anjing lho, bisa juga bebek, kalkun, kangguru, kura-kura, ular, bahkan babi mini.
Sebagaimana di Indonesia, orang Amerika juga mengeluhkan buruknya pelayanan petugas bandara. Saya sih kasihan sama mereka, baik petugas bandara di Amerika maupun di Indonesia, gaji nggak seberapa tapi harus melayani penumpang yang kadang 'seberapa': orang-orang yang nggak ngerti peraturan karena tumben terbang, orang-orang yang menganggap mereka reseh karena menjalankan peraturan, belum lagi orang-orang yang ndableg/nggak bisa diberitahu. Padahal ini semua demi keamanan lho, bukan petugasnya saja yang nggak suka sama anda. Siapa elu coba?
Terlalu mudah kita menuduh petugas otoritas sok kuasa saat mereka harus menjalankan peraturan, misalnya saja video kondektur kereta yang menurunkan penumpang karena merokok, dan malah penumpang lainnya membela si perokok ini. Atau saat si ibu menampar petugas bandara karena disuruh melepas jam tangan. Gimana sih? Peraturan biasanya dibuat karena ada alasannya. Kalau anda nggak tahu alasannya, cari tahu. Kalau nggak setuju, pertanyakan. Jangan dibiasakan sensi sendiri dan menolak menjalankan peraturan bilamana anda merasa membuat anda tidak nyaman. Percaya deh, nggak enak harus lepas sepatu sabuk perhiasan dan sebagainya di bandara, tapi lebih baik begini daripada ada yang iseng bawa senjata berbahaya.
Seperti saya bilang tadi, orang Amerika disini juga begitu kok, dan pembaca yang kebetulan tinggal di negara lain pastinya ada bertemu orang-orang seperti ini juga. Ndableg/nggak bisa dibilangin ini ciri khas manusia yang tidak terbatasi oleh suku agama dan ras. Jadi jangan pakai alasan, "Ah, namanya juga Indonesia," Kagaaaaak….. Jangankan ketidaksukaan terhadap aparat dan peraturan yang notabene sifat manusia (siapa sih yang suka diatur-atur), anti-vaksin dan pemercaya bumi datar itu teori global lho. Semua agama dan kepercayaan ada saja yang golongan anti-vaksin, begitu pula soal bumi datar. Yang ateis (tidak beragama) atau pagan (pemercaya sihir) pun ada yang percaya beginian kok.
Inilah kenapa saya sering menulis tentang berbagai hal disini, atau sharing di Fesbuk saya hal-hal yang mungkin nggak banyak disharing orang lain. Kita perlu tahu bahwa kita nggak unik, dan ke-ndableg-an kita bukan dikarenakan kita spesial (baca: orang Indonesia) sehingga tidak ada yang bisa kita lakukan untuk memperbaikinya. Salah besar. Ke-ndableg-an kita, sempitnya pola pikir kita, ini semua sifat khas manusia, yang, sekali lagi, tidak terbatasi suku agama dan ras. Kita bisa berubah kalau kita mau berubah, dan kalau kita mau bersuara. Makanya bahagia dikala baca komen-komen: "Namanya juga peraturan, mas/mbak!"
Nggak menutup kemungkinan ada petugas-petugas yang stress sendiri lho ya, dan memang mempersulit hidup kita. Tapi jangan jadikan ini, ataupun "yang lain juga begitu!" sebagai alasan untuk tidak mentaati peraturan. Katanya mau maju, kan? Bisa kok, bisa. Budayakan malu saat mengambil hak orang lain (menyerobot antrian, antri raskin padahal berada, dan sebagainya), dan saat tidak menaati peraturan. Sama seperti amal baik, manfaat langsung ke dunia mungkin tidak kasat mata, tapi diri kita menjadi jauh lebih baik. Kita mulai dari disiplin dari diri kita sendiri, yak!
No comments:
Post a Comment