Wednesday, June 7, 2017

Melibas Kebencian

Ada orang disini yang pasang billboard tentang Islam. Saya padahal bukan Muslim, tapi sakit hati bacanya. Sama sakit hatinya kalau baca atau mendengar orang menjelek-jelekkan orang keturunan Cina atau umat non-Muslim, atau golongan-golongan lainnya seperti Ahmadiyah, Konghucu, atau bahkan PKI. Rasanya saya seperti dicekoki dengan air comberan yang berbau busuk. Sudah cukuplah dengan segala kebencian ini. 

Jangan buru-buru menuduh ini karena pihak A, B, atau C pada dasarnya memang penuh kebencian, atau karena mereka yang duluan menyakiti dan/atau menzholimi, atau berbagai alasan lainnya. Kalau hobi baca berita global ceritanya sama semua kok, semua pihak bisa jadi kejam dan penuh kebencian, semua golongan bisa jadi militan, semua golongan bisa merasa grupnya yang paling benar dan lebih baik dari orang lain. Hindu dan Budha konon agama damai, tapi masih lho ada grup-grup militannya. 

Soal tuduh-menuduh begini juga bukan akar permasalahan, namun sebuah gejala. Nggak usah deh kitab suci agama, buku Harry Potter pun kalau mau bisa saya argumenkan sebagai buku yang mengajarkan kegelapan dan menyembah setan dengan mengambil bagian-bagian dari buku tersebut. Sebaliknya, saya juga bisa bikin seolah buku itu anugrah terbesar umat manusia, lagi-lagi dengan mengambil cuilan-cuilan dari buku tersebut. Semua interpretasi ini kembali ke orang-orang yang mendengarkan argument saya, dan ini sebenarnya akar permasalahannya: kita nggak kenal satu sama lain. 

Saya nggak yakin si bapak yang pasang billboard ini punya teman orang Islam, karena orang Islam yang saya tahu, baik di Los Angeles maupun di Indonesia, nggak ada yang melakukan hal-hal yang dia tulis. Boro-boro Syekh Puji yang mengawini anak dibawah umur, Aa Gym yang kawin lagi dengan wanita yang lebih muda saja banyak yang protes. Kemungkinan yang dia tulis di billboard ini berdasarkan apa yang dia riset/baca di internet, yang ke-valid-annya sangat diragukan, tapi karena 'cocok' dengan apa yang ingin ia percayai ya yuk mari ditulis. 

Sebelum lompat ke 'Konspirasi media', penting untuk tahu kenapa saya selalu heboh mengklarifikasi hoax atau memaksa teman-teman saya bertanggung jawab akan apa yang mereka sharing/sebarkan. Media jurnalisme resmi, yang benar-benar resmi punya pemimpin redaksi badan hukum dan sebagainya, wajib menulis sebenar-benarnya dan harus mampu mempertanggungjawabkan apa yang ditulis serta mengecek kebenarannya sebelum diterbitkan. Minimal mencoba mengecek kebenarannya. Seperti pepatah disini: "If it's too good to be true, it usually is", kalau kedengarannya terlalu muluk, biasanya memang iya.

Masalahnya banyak dari kita, dan kayaknya termasuk si bapak ini, menggunakan internet untuk mendapatkan info yang ingin kita ketahui, bukan yang harusnya kita ketahui. Paling gampang deh, waktu Pilkada Jakarta kemarin semua teman yang pro-Ahok sibuk posting/sharing berita-berita pro-Ahok, dan yang anti-Ahok melakukan sebaliknya. Yang dari sumber berita resmi seperti Detik, Kompas, Tempo, dan sebangsanya bisa dihitung dengan jari (kalau ada), sisanya dari website blog/opini yang semua bisa menulis tanpa perlu meriset atau berdasarkan fakta. Walhasil yang benci Ahok tambah benci, yang benci anti-Ahok tambah benci, dan si Bapak ini yang berpikir sang Nabi itu pedofil.

Satu hal yang saya pelajari saat jadi imigran disini adalah pentingnya bersikap terbuka, dan tidak pentingnya untuk merasa "Ini gue lho!". Saya ingat [mantan] anak tiri saya yang bertanya kenapa hidung saya aneh bentuknya. Mau marah juga nggak bisa, soalnya dia kan memang belum pernah melihat hidung pesek seperti saya hahaha. Sebaliknya, saya mengobrol dengan orang disini juga nggak yang, "Gini gini, lu harus ngerti gue ini siapa, dan lu harus menghormati siapa gue," lalu tersinggung mampus saat mereka nggak ngerti atau salah-salah kata. Mereka mengucap Indonesia saja susah gitu lho. Saya 4 tahun hidup disini bisa kok ngobrol tanpa mention SARA. Kalau dia orang yang dasarnya reseh, ya udah sih saya nggak ajak ngobrol lagi; ga usah repot.

Tapi banyak dari kita yang merasa itu nggak cukup. Banyak dari kita yang merasa segala sesuatu harus sesuai dengan apa yang kita percayai, dengan apa yang membuat kita nyaman. Bilamana ada yang membuat kita merasa tidak nyaman atau tidak sesuai dengan apa yang kita percayai, maka ancaman tersebut harus dihilangkan. Itulah kenapa orang-orang memilih membaca berita yang membuat mereka nyaman, hoax atau misinformasi peduli setan. Akhirnya pada sibuk sendiri terbelenggu kepicikan diri, yang bilamana terjadi pada individual/orang yang dasarnya memang agak 'sakit', dapat menjadi alasan untuk menyerang orang lain. Pelaku penusukan di Portland, pelaku penusukan di Ohio, bom bunuh diri di Bali, pelaku penembakan kuil Sikh di Wisconsin, ini semua orang-orang 'sakit' yang merasa terpanggil (baca: terjustifikasi) untuk melakukan semua ini karena apa yang mereka putuskan untuk percayai.

Kalau ini di komik-komik atau kartun Jepang, gambarannya pasti Bumi yang diliputi kabut hitam tipis yang semakin lama semakin pekat. Itu kebencian, mas bro dan mbak sis, itu musuh kita yang utama. Bukan grup A, B, dan C, tapi kebencian. Kerakusan juga, karena kerakusan yang akan menyebabkan kebencian bertambah parah. Ketidak-adilan sosial juga disebabkan kerakusan, yang pada akhirnya menyebabkan kebencian. Orang lapar lebih mudah marah dan emosi, bukan?

Yang bisa menghapus kabut hitam ini adalah pengetahuan. Saya nggak bisa membenci Islam karena saya tahu teman-teman saya yang Islam nggak seperti itu. Tapi kalau saya nggak mau tahu, kalau saya menutup diri saya, atau kalau teman-teman saya yang Islam nggak mau terbuka dan/atau nggak mau bersikap baik pada saya karena saya kafir misalnya, wajar saja kalau saya jadi berpikir orang Islam itu nggak banget. You can't hate something that you love. Kamu nggak bisa membenci sesuatu yang kamu sayangi.

Semua teori konspirasi boleh beredar, tapi itu nggak akan mengubah fakta bahwa perubahan harus dimulai dari diri kita sendiri. Be good, be kind. Jadilah orang yang baik, yang welas asih. Jangan merebut hak orang lain, termasuk hak untuk tersenyum, hak untuk merasa aman, hak untuk beribadah. Dan kalau anda ingin apa yang anda percayai dicintai orang lain, jadilah gambaran hidup apa yang anda percayai. Model-model Victoria's Secret semuanya super seksi karena perusahaan ini ingin brand/merk mereka terkonotasi dengan imej 'seksi'. Anda ingin apa yang anda percayai dianggap mulia dan paling baik? Bersikaplah seperti itu. Nggak ada gunanya anda marah dianggap jelek bila kelakuan anda memang membuat resah orang lain. Asal tahu saja, billboard si Bapak inilah kenapa orang-orang pro-Trump disini banyak diledek sebagai sampah masyarakat. Action speaks louder than words. Aksi berbicara lebih nyaring daripada sekedar kata-kata.

Jadi sudahan ya saling benci-benciannya. Yuk belajar pintar sedikit, rajin sedikit memilah informasi. Yuk juga belajar berintegritas sedikit, yang mengedepankan kebenaran dan bukan apa yang membuat kita nyaman. Belajar kritis sedikit dan mencari tahu bagaimana dunia itu sebenarnya. Dunia akan kiamat sebentar lagi, karena ketidakpedulian kita dan kebencian kita adalah bom waktu yang akan melumatnya habis. Yuk, kita non-aktifkan bom ini bersama-sama.

No comments:

Post a Comment