Di Amerika sini saya belajar apa itu 'kindness' atau kebaikan. Dari awal saya sampai disini, sampai hampir 4 tahun saya menetap, begitu banyak orang yang menebar kebaikan untuk saya. Kayaknya hidup saya disini selalu dikelilingi senyuman dan tawa hangat. Orang di komplek apartemen saya, orang yang Kebetulan bertemu dijalan, semua dengan perjuangannya masing-masing, semua dengan senyum dan sapaan ramah masing-masing.
Inilah yang bikin saya jadi pusing tiap kali membaca timeline fesbuk teman-teman Indonesia. Rasanya seperti menonton film horror murahan yang hanya pamer paha dan dada (kebetulan syutingnya di ke-ep-ce), menghibur nggak bikin frustasi iya. Semua berlomba-lomba menulis tulisan paling wah, paling gres, paling bombastis demi rating, like, dan share. Entah demi materi maupun demi terlihat 'pintar', semua menebar berita dan opini dan opini dibalik berita, tanpa memikirkan apa dampaknya.
Diantara semua clickbait (Baca: headline/judul menggantung yang membuat anda penasaran dan mengklik untuk membaca isi berita yang biasanya nol besar alias nggak sebombastis judulnya) yang dishare dengan patuhnya, seringkali bahkan tanpa membaca penuh isi berita, ada ketidak-perdulian yang mengakar, ada ketidak-percayadirian yang tersembunyi, ada kemarahan dan kebodohan yang membelit hebat.
Siapa kita sebenarnya? Kenapa kita begitu marah, begitu bodoh? Kenapa kita menurut akan apa saja yang tertulis di media yang tidak memiliki kredibilitas, menyalurkan emosi kita terhadap tulisan yang tidak bisa dipertanggung-jawabkan, membuang waktu kita dalam kemarahan dan kenegatifan? Kenapa kita hanya membeo atau mengembik "Setujuuuuuuuuu" tanpa memikirkan masak-masak apa yang kita setujui? Atau bahkan siapa yang kita setujui? Kenapa kita tidak marah atau bertolak saat tokoh panutan [medsos] kita jelas-jelas terlihat menyebar berita palsu, kenapa kita pilih-pilih apa yang kita bela dan apa yang pura-pura kita tidak lihat? Kemana integritas kita? Kemana nalar dan nurani kita?
Tutup semua akses dari luar dan fokuslah pada diri anda. Siapa anda? Apa sebenarnya anda? Sudahkah anda menjadi cerminanNya?
Orang sini memiliki banyak alasan untuk tidak ramah terhadap saya. Saya terlihat berbeda dari mereka. Bahasa Inggris saya tata bahasanya masih belepotan. Saya kurang mengerti adat istiadat disini. Saya bukan salah satu dari mereka. Nggak apa-apa, pikir saya. Sulit dapat kerja pun saya nggak menganggap ini diskriminasi. Wajar toh kalau mereka lebih nyaman dengan 'sebangsa'nya. Saya pun kalau di Indonesia menerima CV seseorang dari negara Vanuatu atau negara yang tidak begitu dikenal lainnya pasti agak ragu. Ada begitu banyak hal lain yang saya syukuri disini: air keran bersih siap minum, naik taksi online tanpa drama, kesetaraan hak dan kebebasan dari gossip miring.
Semua ini menjadi sebuah lingkaran yang terus berputar: saya yang memilih menjadi santai dan bahagia membuat orang disekitar saya pun menjadi santai, saya yang memilih tidak keberatan diajak berbincang membuat orang lain tidak merasa sendiri, saya yang memilih sigap membantu orang (karena saya tahu nggak enaknya minta tolong saat butuh bantuan) membuat orang lain pun sigap membantu saya. 3 tahun 11 bulan disini, dan pengalaman baik yang saya rasakan jauh, jauh melebihi pengalaman buruk saya. Saya bahagia. Dan kebahagiaan saya membuat orang lain merasa bahagia.
Kembali lagi ke media sosial, apa yang anda rasakan? Apakah anda bahagia, merasa damai dan tenang? Apakah anda merasa mandiri, berintegritas, memberikan sumbangsih yang berharga untuk sekitar anda? Apakah anda merasa puas dengan siapa diri anda dan apa yang anda lakukan?
Kita tidak lagi hidup di jaman kerajaan, dimana yang bisa memberi perintah hanyalah keluarga bangsawan dan orang-orang yang ditunjuknya. Tidak ada lagi punggawa kerajaan yang memberikan titah untuk para rakyat biasa, atau Kompeni yang memberikan instruksi untuk orang jajahannya. Orang-orang pemerintahan kita yang memilih, yang membuat kita bisa membusungkan dada karena nasib mereka sebenarnya ada di tangan kita; namun sebaliknya juga membuat kita bisa terpuruk akan besarnya beban, karena apa yang kita pilih akan menentukan nasib banyak orang kedepannya, bukan hanya nasib kita. Di masa dimana semua batas gugur bagai daun jati di musim kemarau, suara dan pikiran kita menjadi lebih berarti dari sebelumnya.
Jadi apa yang akan anda kumandangkan? Apa yang akan anda berikan bagi dunia ini? Mau anda bawa kemana orang-orang di sekeliling anda? Mau anda bawa kemana diri anda? Sudahkah anda melihat teduhnya hati Sang Pencipta di mata anda saat anda melihat cermin? Sudahkah anda melihat kasih lembut Sang Maha Pemaaf di senyuman anda saat anda melihat cermin? Sudahkan anda melihat damai surga di raut wajah anda?
Kita berpikir hanya tsunami raksasa yang bisa mengubah tampilan pantai, namun tetesan air yang terus-menerus sebenarnya akan mampu membolongi batu. Kita tidak perlu menjadi ombak besar yang bergemuruh, cukuplah menjadi riak-riak kecil yang secara konstan menghiasi badan air dan dengan demikian mempengaruhi kehidupan didalamnya. Bila kita tenang, bahagia, nyaman dengan diri kita sendiri, maka orang lain pun bisa menjadi tenang, bahagia, dan nyaman dengan diri mereka.
Dan nggak apa-apa lho kalau anda merasa benar dan yang lain salah, karena benar salah itu relatif. Yang nggak relatif alias absolut adalah kita nggak boleh menyakiti mahluk hidup, apalagi sesama manusia. Seperti ini: dua kali tiga tambah empat hasilnya relatif, yang jawab 10 itu benar ((2x3)+4), yang jawab 14 juga benar (2x(3+4)). Kita bisa berantem sampai bego antara 10 vs 14, sampai saling menghina dan memaki, tapi yang tahu yang paling benar ya yang membuat soal (baca: Tuhan). Tapi angka dua dan tiga adalah bilangan prima (bilangan yang hanya bisa dibagi dengan angka satu dan dirinya sendiri), ini sudah absolut.
Apa yang absolut di dunia ini, di hidup anda? Di hidup saya, yang absolut adalah senyum ramah orang-orang yang saya temui dijalan, tawa hangat teman di Indonesia saat saya video call, perasaan bahwa saya berguna bagi orang lain, dan saya mampu membuat orang lain merasa bahagia dengan dirinya sendiri. Diantara gemuruh suara negatif dan godaaan pikiran buruk, saya memilih untuk berlindung dalam ketenangan saya. Apa saya salah? Mungkin. Apa saya benar? Mungkin. Apa saya merasa hidup saya berarti? Iya.
Di dunia yang penuh kegelapan dan ketidakpastian, saya ingin menjadi lilin kecil yang memberikan keteduhan; seberkas cahaya yang bisa membuat orang-orang yang melihat tidak lagi merasa sendiri dan hilang. Dan saya nggak mau mikirin mereka itu siapa, apa nanti kita akan masuk surga bareng atau nggak, apa nanti saya atau dia dirajam di neraka. Itu urusan belakangan, pe-er yang masih sedang dinilai si pembuat soal. Saya cuma nggak ingin orang lain merasa sedih, saya cuma ingin orang lain merasa bahagia, walau hanya sebentar, hanya sebatas bertukar senyuman. Toh nggak ada yang berkurang dari saya saat saya memikirkan kebahagiaan/perasaan orang lain. Nggak usah pelit.
Kalau anda bagaimana? Apa yang ingin anda dapatkan untuk diri anda? Apa yang ingin anda capai untuk dunia ini? Karena apa yang anda lakukan akan mempengaruhi orang yang bersinggungan dengan anda. Mampukah anda naik tingkat menjadi 'manajer' diri anda sendiri, dimana anda membuat keputusan berdasarkan apa yang anda pikir benar dan bukannya karena 'suruhan' (langsung dan tidak langsung) orang lain? Sudahkah anda memiliki integritas dan kejujuran yang konon ciri khas orang 'berkelas' (gentleman)? Sudahkah anda berusaha sedapat mungkin memberikan yang terbaik untuk dunia, yaitu memberikan dunia yang terbaik dari diri anda tanpa melukai atau merampas hak orang lain?
Perubahan dimulai dari kita. Dari orang-orang yang membaca tulisan ini, yang mampu mengerti dan mau memahaminya. Surga tidak harus menunggu hingga kita mati nanti. Surga dan kedamaian bisa dimulai sekarang, di muka bumi ini. Sekarang, sudah siapkah anda mencapai ketenangan dan kedamaian? Nggak bakalan mudah, karena berdamai dengan diri sendiri itu sulit, dan juga berdamai dengan tekanan sosial. Tapi percaya deh, hidup akan jadi jauh lebih menyenangkan :) . Yuk, kita nikmati indahnya hidup bersama-sama.
No comments:
Post a Comment